Dalam banyak
liputan yang saya lakukan, soal kalimat set up sering jadi kesulitan
tersendiri. Tak sedikit yang kebingungan bagaimana cara membuatnya sehingga benar-benar
tepat sasaran. Seperti apa tips paling sederhana dan aplikatif?
Sebenarnya tidak sulit-sulit amat. Yang perlu kita
ketahui pertama kali adalah, keluhan apa yang sedang ingin kita selesaikan saat
ini? Misalnya, sakit migren. Maka, harus kita tegaskan, saya ingin menerapi sakit migren saya.
Kedua, setelah
ditemukan apa yang menjadi keluhan, kemudian kita buat kalimat set-upnya sesuai
keluhan tersebut. Contoh, Ya Allah,
kepala saya sakit karena migren. Kepada-Mu ya Allah, saya Ikhlas. Saya pasrah.
Ketiga, kalimat
set up harus spesifik. Kalau memang ingin menerapi sakit migren, maka harus
migren-nya yang harus diterapi dan kemudian dijadikan sebagai kalimat set-up.
Yang seringkali terjadi, banyak SEFTer yang tidak fokus
pada prioritas keluhan. Akhirnya, kalimat set-upnya juga mengambang. Di sini,
proses terapi kemudian mengurangi kekhusyukan dan konsentrasi selama proses
tapping.
Karena itu, penting sebelum melakukan proses terapi,
kita kenali dulu penyakit (keluhan) yang paling ingin lebih dulu akan
diselesaikan. Tidak perlu terburu-buru untuk menerapi semua keluhan yang sedang
kita derita.
Dari beberapa SEFTer, saya sering mendengar kisah
mereka yang mengesankan. Ketika mereka sudah fokus pada satu kasus keluhan,
tiba-tiba yang lain-lainnya ikut teratasi. Tentunya, kesabaran, ketenangan dan posisi
penempatan hati perlu dikondisikan dalam hal ini.
Sabar, artinya
tidak terlalu terburu agar proses cepat selesai. Lakukan semua proses ketukan
dengan penghayatan. Pikiran dan hati terfokus pada satu niat, yaitu menerapi
diri sendiri (atau orang lain). Ketenangan, tidak perlu terlalu panik,
gugup dan grogi. Atau bahkan cemas bakal gagal. Sadari bahwa kita memang
seorang hamba yang lemah, dan sedang melakukan ikhtiar untuk mengusahakan
kesembuhan.
Kalau pun rasa panik, gugup, dan harap-harap cemas nanti
bisa gagal, ternyata sulit dihindari, itu berarti saatnya menerapi dengan niat
yang benar dan selaras. Soal satu ini, saya selalu ingat pesan mas Faiz, “Yang
diperlukan itu bukanlah Percaya Diri (PD), tetapi rasa Percaya Allah (PAS).
Terapilah pasien bukan dengan harapan kesembuhan, tetapi
terapilah ia dengan niat agar Allah memberinya jalan keluar atas
masalah-masalah kehidupan yang sedang menjadi bebannya saat itu.
Kondisi cemas, gugup dan grogi ini, juga bisa dijadikan alarm saat kita menerapi. Apakah saat menerapi benar-benar niat membantu (ibadah), ataukah karena niat yang lain? Wallahu A`lam